Minggu, 05 Oktober 2008

Perilaku inovatif, Pentingkah?

by: Harmon Chaniago, Drs. M.Si.

Pengertian perilaku inovatif menurut Wess & Farr (dalam De Jong & Kemp, 2003) adalah semua perilaku individu yang diarahkan untuk menghasilkan, emperkenalkan, dan mengaplikasikan hal-hal ‘baru’, yang bermanfaat dalam berbagai level rganisasi. Beberapa peneliti menyebutnya sebagai shop-floor innovation (e.g.,Axtell et al., 2000 dalam De Jong & Den Hartog, 2003). Pendapat senada dikemukakan oleh Stein & Woodman (Brazeal & Herbert,1997) mengatakan bahwa inovasi adalah mplementasi yang berhasil dari ide-ide kreatif. Bryd & Bryman (2003) mengatakan bahwa ada dua dimensi yang mendasari perilaku inovatif yaitu kreativitas dan pengambilan resiko. Demikian halnya dengan pendapat Amabile dkk (de Jong & Kamp, 2003) bahwa semua inovasi diawali dari ide yang kreatif. Kreativitas adalah kemampuan untuk mengembangkan ide baru yang terdiri dari 3 aspek yaitu keahilan, kemampuan berfikir fleksibel dan imajinatif, dan motivasi internal (Bryd & Bryman, 2003). Dalam proses inovasi, individu mempunyai ide-ide baru, berdasarkan proses berfikir imajinatif dan didukung oleh motivasi internal yang tinggi. Namun demikian sering kali, proses inovasi berhenti dalam tataran menghasilkan ide kreatif saja dan hal ini tidak dapat dikategorikan dalam perilaku inovatif.

Dalam mengimplementasikan ide diperlukan keberanian mengambil resiko

karena memperkenalkan ‘hal baru’ mengandung suatu resiko. Yang dimaksud dengan pengambilan resiko adalah kemampuan untuk mendorong ide baru menghadapi rintangan yang menghadang sehingga pengambilan resiko merupakan cara mewujudkan ide yang kreatif menjadi realitas (Bryd & Brown, 2003).

Untuk mengembangkan kreaktivitas dan inovasi dapat dilakukan melalui pendididikan dan penciptaan lingkungan dimana seseorang tingggal. Pendidikan dapat merupakan faktor/peristiwa pemicu tumbuhnya kreativitas dan inovasi. Pendidikan/ pelatihan yang penting adalah penguasaan “Enterpreneurial Power Skills” sbb:

a. Kemampuan mengakses faktor lingkungan usaha : persaingan, teknologi, supplier/pemasok, fasilitas infrastruktur, fasilitas perbankan, peraturan perizinan (baca. M.Porter).

b. Keberanian untuk melaksanakan setelah mengakses lingkungan memungkinkan untuk mengejar tujuan (dengan rencana – rencana besar).

c. Tidak mengenal rintangan

d. Kemampuan bernegosiasi secara mantap dan “win – winly” (mencapai kemenangan bersama)

e. Kemampuan memecahkan masalah

f. Kemampuan mengambil keputusan yang tepat (Make Good Decision)

g. Kemampuan berurun rembug (Brain Storming)

h. Memobilisasi sumber – sumber kekuatan (Mobilize Powerfull Resources).

i. Kemampuan berkomunikasi secara efektif

j. Bertindak secara menyakinkan “Entrepreneurship is about doing”,

k. Mempunyai integritas tinggi.

Untuk mengembangkan kreaktivigtas dan keinovasian dalam konteks sosial budaya adalah dengan menjadi wirausaha, yaitu menguasai “Entrepreneurial Power Skills”!!!, dimana:

1. Kewirausahan akan berkembang apabila ada peluang usaha, motivasi, untuk menjadi wirausaha, dan mempunyai kompetensi/ keahlian.

2. Kompetensi yang diperlukan bagi seorang wirausaha meliputi kompetisi dalam manajemen produksi, pemasaran, keuangan, sumber daya manusia (functional management), ditambah kompetensi dalam networking, negosiasi dan manajemen kreativitas dan inovasi (MKRI)

3. Kemampuan dalam MKRI memungkinkan menciptakan nilai bagi customer atau peluang yang mempunyai keunggulan nilai misalnya : bagi suatu produk, yang lebih besar dari nilai bahan bakunya, (contoh : lukisan, furniture, alat – alat elektronik)

4. Kreativitas dapat mengambil berbagai bentuk : verbal /linguistis, matematis/logis, spasial (kemampuan memanipulasi pola dan desain), musikal, kinestetis tubuh, intrapersonal (memahami perasaan diri sendiri), interpersonal (kemampuan memahami orang lain)

5. Bagaimana membangkitkan potensi kreativitas, merenungkan motto kreativitas :sikap mempertahankan kemutlakan pendapat merupakan kesalahan fatal yang membunuh kreativitas. Apa yang benar hari ini bisa menjadi salah di kemudian hari, demikian pula sebaliknya. Cara lain menyatu dengan jiwa kreatif : spiritualitas, do’a, menenangkan pikiran dengan cara meditasi, kalimat penggugah, curiousity (cari tahu) Openenss (olah keterbukaan). Risk (berani mengambil resiko yang telah diperhitungkan), Energy (semangat)

6. Orang yang tidak kreatif, tidak memiliki curiousity (keingintahuan), tidak terbuka, menjauhi resiko, tidak bersemangat, (dapat digambarkan)

7. Mengelola kreativitas pribadi, menjadi seseorang yang kreatif sebagai karyawan/ dalam pekerjaan :

- Membantu mendayagunakan talenta, bakat dan kemampuan

- Menambah rasa nyaman dalam bekerja

- Menambah percaya diri

- Merasakan sebagai karyawan yang lebih berarti

- Kemungkinan mendapat penghargaan dari teman sejawat/atasan

- Kemungkinan mendapat promosi

- Kemungkinan jabatan yang lebih baik secara material

- Semakin termotivasi untuk berinovasi

- Semakin baik dalam mengerjakan tugas

8. Hambatan terhadap perilaku kreatif

- Perilaku negatif

- Pengikut aturan secara rutin

- Ketegangan yang berlebihan

- Takut mengalami kegagalan

- Percaya dirinya tidak kreatif

- Tidak memahami kemungkinan perubahan asumsi

9. Pedombrak hambatan kreatif

- Perilaku positif (gelas setengah penuh mengambil hikmahnya)

- Merobak aturan – aturan yang sudah ketinggalan

- Membuka katup pembebas ketegangan

- Menguasai teknik pengambilan risiko

- Mempersoalkan asumsi

- Keyakinan menjadi kreatif (contoh asumsi : kegunaan sendok)

Tidak ada komentar: