Minggu, 05 Oktober 2008

“Model-mental organisasi sebagai komunitas terhadap Kepemimpinan”

by: Harmon Chaniago, Drs. M.Si.

Abad 21 ditandai globalisasi, kehidupan manusia telah mengalami perubahan-perubahan fundamental yang berbeda dengan tata kehidupan dalam abad sebelumnya. Perubahan-perubahan besar dan mendasar tersebut menuntut penanganan yang berbeda dengan sebelumnya. Peter Senge (1994) menyatakan bahwa ke depan keadaan berubah dan berkembang dari detail complexity menjadi dynamic complexity. Interpolasi perkembangan sebagai dasar perkiraan masa depan, menjadi sulit bahkan sering salah, bukan saja karena parameter perubahan menjadi sangat banyak, tetapi juga karena sensitivitas perubahan yang laian dalam lingkup yang luas, dan masing-masing perubahan menjadi sulit diperkirakan. Abad ke-21 juga abad yang menuntut dalam segala usaha dan hasil kerja manusia termasuk di bidang kepemimpinan. Drucker bahkan menyatakan, tantangan manajemen pada Abad ke-21 adalah berkaitan dengan "knowledge worker", yang memerlukan paradigma manajemen baru, strategi baru, pemimpin perubahan, tantangan informasi, produktivitas pegawai berbasis pengetahuan, dan kemampuan mengelola diri sendiri (Drucker, 1999).

Ulrich (1998) dalam kaitan ini menawarkan empat agenda utama pengembangan kepemimpinan pada abad ke-21 agar tetap menjadi “champion”, adalah: (1) menjadi rekan yang stratejik, (2) menjadi seorang pakar, (3) menjadi seorang pekerja ulung, dan (4) menjadi seorang “agent of change”

Dengan demikian Masyarakat kompetitif, menuntut perubahan dan pengembangan secara terus menerus terhadap keterampilan yang dibutuhkan, sistem, strategi, struktur organisasi dan kepemimpinan untuk mencipatakan tata nilai dan visi bersama seperti ditunjukkan dalam gambar berikut ini:

Gambar 1: Organisasi sebagai Komunitas

Lebih lanjut McKinsey menggambarkan keterkaitan kepemimpinan dengan tata nilai bersama dalam bentuk gambar berikut:

Gambar 2: Unsur-unsur Organisasi.( 7S-McKinsey)

Ia menyebutan bahwa: “Kepemimpinan menjadi isu penting apabila kita memandang organisasi sebagai komunitas bukan sebagai mesin, karena mesin tidak perlu pemimpin, yang diperlukan oleh mesin adalah operator. Kepemimpinan menjadi penting bila orang (people) menjadi penentu utama keberhasilan organisasi”.

Peran Pemimpin:

Perusahaan-perusahaan yang hebat berhasil karena perusahaan-perusahaan tersebut memiliki pemimpin-pemimpin yang baik yang bisa menumbuh kembangkan pemimpin-pemimpin baru pada semua tingkatan dalam organisasi (Noel Tichy). Raka (2008) menyatakan bahwa untuk membangun kepemimpinan yang kuat diperlukan character yang kuat dari sang pemimpin, kualitas hubungan personal pemimpin dan kompetensi pemimpin seperti berikut:

Three Buildings Blocks of Leadership:

· Character strength: (honest, persistent, courageous, hard-working, optimistic, humble, walk-the-talk, and broad-minded)

· Quality relationship: (trusting, respecting, caring, supportive and appreciative)

· Competence: (intelligent and competent)

Secara grafis Raka (2008) menggambarkan dalam bentuk sebagai berikut:

Menurut Chowdury (2000) manajemen pada Abad 21 akan tergantung pada 3 faktor yang menopangnya, yakni kepemimpinan, proses, dan organisasi. Asset yang paling berharga bagi pemimpin Abad 21 adalah kemampuan untuk membangun impian seperti dilakukan para entrepreneurs. Faktor pertama, Pemimpin Abad 21 adalah pemimpin yang memiliki kompetensi berupa kemampuan mengembangkan peoplistic communication, emotion and belief, multi skill, dan juga memiliki next mentality. Pemimpin yang berhasil dalam mengejar dan mengerjakan impian-impiannya menggunakan komunikasi, dan memberikan inspirasi kepada setiap orang dalam organisasi untuk juga meyakini impiannya. Sebab itu, kompetensi sang pemimpin ditandai dengan sikap peoplistic bukan individualistic. Diingatkan oleh Chowdury bahwa “You can have the best communication system, but if you areindividualistic as a leader the organization suffers”. Seorang komunikator yang peopulistik mengembangkan iklim yang bersahabat untuk membuat network di mana setiap orang dapat berkomunikasi secara cepat.

Dalam pada itu, menurut Spencer (1993) dan Kazanas (1993) terdapat kompetensi kepemimpinan secara umum yang dapat berlaku atau dipilah menurut jenjang, fungsi, atau bidang, yaitu kompetensi berupa : result orientation, influence, initiative, flexibility, concern for quality, technical expertise, analytical thinking, conceptual thinking, team work, service orientation, interpersonal awareness, relationship building, cross cultural sensitivity, strategic thinking, entrepreneurial orientation, building organizational commitment, dan empowering others, develiping others. Kompetensi-kompetensi tersebut pada umumnya merupakan kompetensi jabatan manajerial yang diperlukan hampir dalam semua posisi manajerial.

Ke 18 kompetensi yang diidentifikasi Spencer dan Kazanas tersebut dapat diturunkan ke dalam jenjang kepemimpinan berikut : pimpinan puncak, pimpinan menengah, dan pimpinan pengendali operasi teknis (supervisor). Kompetensi pada pimpinan puncak adalah result (achievement) orientation, relationship building, initiative, influence, strategic thinking, building organizational commitment, entrepreneurial orientation, empowering others, developing others, dan felexibilty. Adapun kompetensi pada tingkat pimpinan menengah lebih berfokus pada influence, result (achievement) orientation, team work, analitycal thinking, initiative, empowering others, developing others, conceptual thingking, relationship building, service orientation, interpersomal awareness, cross cultural sensitivity, dan technical expertise. Sedangkan pada tingkatan supervisor kompetensi kepemimpinannya lebih befokus pada technical expertise, developing others, empowering others, interpersonal understanding, service orientation, building organzational commitment, concern for order, influence, felexibilty, relatiuonship building, result (achievement) orientation, team work, dan cross cultural sensitivity.

Tidak ada komentar: